Gaya hidup modern yang serba digital ternyata mulai membuat banyak orang lelah.
Ponsel terus berbunyi, notifikasi tak berhenti, dan media sosial seakan tak pernah tidur.
Akibatnya, banyak anak muda di Indonesia mulai merasa stres, cemas, bahkan kehilangan fokus.
Fenomena inilah yang melahirkan tren baru di 2025: digital detox — gaya hidup yang mengajak orang untuk lepas sejenak dari dunia digital demi kesehatan mental dan keseimbangan hidup.
Digital detox bukan tentang meninggalkan teknologi, tapi mengatur ulang hubungan kita dengan layar.
Dan kini, gerakan ini bukan sekadar gaya hidup alternatif, tapi sudah menjadi bagian penting dari keseharian generasi muda Indonesia.
◆ Mengapa Digital Detox Jadi Penting di 2025
Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup manusia.
Kita bekerja, belajar, berbelanja, bahkan mencari hiburan lewat layar digital.
Namun, studi terbaru menunjukkan rata-rata orang Indonesia menghabiskan lebih dari 8 jam per hari di depan layar ponsel atau komputer.
Angka ini meningkat pesat sejak pandemi, dan efeknya mulai terasa: gangguan tidur, stres digital, dan penurunan produktivitas.
Digital detox muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap overload informasi.
Banyak orang mulai menyadari bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan koneksi digital.
Mereka mulai menjadwalkan waktu tanpa gadget, berlibur tanpa media sosial, dan fokus kembali ke dunia nyata.
Tren ini bahkan mulai dilirik banyak perusahaan besar yang mendorong karyawan mereka melakukan “no screen day” setiap minggu.
◆ Cara Generasi Muda Menjalani Digital Detox
Anak muda Indonesia punya cara unik untuk menerapkan gaya hidup ini.
Alih-alih meninggalkan teknologi sepenuhnya, mereka lebih suka menggunakan prinsip “digital balance”.
Contohnya, beberapa komunitas di Jakarta dan Bandung mengadakan offline weekend — acara kumpul bareng tanpa ponsel, diisi dengan kegiatan seperti yoga, hiking, atau diskusi buku.
Ada juga tren “sunrise without screen”, di mana seseorang tidak membuka ponsel selama satu jam setelah bangun tidur.
Di media sosial, muncul tantangan seperti #NoScrollSunday dan #DigitalDetoxChallenge, yang mendorong orang untuk berhenti main gadget selama 24 jam penuh.
Menariknya, gerakan ini justru viral — karena dilakukan dengan kesadaran, bukan paksaan.
Bagi banyak orang, digital detox jadi cara untuk reconnect dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
◆ Dampak Positif Digital Detox terhadap Kesehatan Mental
Efek dari digital detox ternyata luar biasa.
Banyak penelitian membuktikan bahwa mengurangi paparan layar dapat meningkatkan kualitas tidur, memperbaiki suasana hati, dan menurunkan tingkat kecemasan.
Selain itu, produktivitas juga meningkat karena otak tak lagi dibanjiri notifikasi dan informasi yang tak perlu.
Banyak orang melaporkan bisa kembali menikmati hal-hal sederhana: membaca buku, berolahraga, atau sekadar mengobrol tanpa gangguan.
Digital detox juga memperkuat hubungan sosial di dunia nyata.
Ketika orang tak lagi sibuk dengan ponsel, komunikasi menjadi lebih dalam dan jujur.
Momen kecil seperti makan bersama keluarga atau teman jadi terasa lebih bermakna.
Tren ini menunjukkan bahwa teknologi harus tetap ada di bawah kendali manusia — bukan sebaliknya.
◆ Bisnis dan Pariwisata Ikut Tertarik dengan Tren Digital Detox
Menariknya, tren digital detox kini juga melahirkan peluang ekonomi baru.
Banyak tempat wisata di Indonesia mulai menawarkan paket “digital detox retreat”, di mana pengunjung diminta menyerahkan gadget saat check-in.
Lokasi seperti Ubud (Bali), Sumba, dan Dieng mulai populer sebagai destinasi “detoks digital” karena suasananya yang tenang dan alami.
Konsepnya sederhana: kembali ke alam, jauh dari sinyal, dekat dengan diri sendiri.
Selain itu, brand-brand lifestyle juga mulai mengadopsi tren ini.
Beberapa kafe kini punya zona “no Wi-Fi” yang mendorong pengunjung untuk menikmati percakapan nyata, bukan hanya update status.
Tren ini bukan sekadar gaya hidup, tapi gerakan sosial baru yang mengubah cara orang Indonesia menikmati waktu luang.
◆ Tantangan: Sulit Lepas dari Dunia Digital
Meski terdengar mudah, menjalani digital detox tak semudah itu.
Banyak orang merasa “gelisah” saat jauh dari ponsel, seolah kehilangan koneksi dengan dunia luar.
Kebiasaan membuka media sosial setiap beberapa menit sudah menjadi refleks yang sulit dikendalikan.
Apalagi bagi mereka yang pekerjaannya sangat bergantung pada internet, seperti content creator, jurnalis, atau marketer digital.
Oleh karena itu, kunci dari digital detox bukan ekstrem, tapi disiplin dan kesadaran diri.
Mulai dari langkah kecil seperti mematikan notifikasi, membatasi waktu layar, dan menentukan jam khusus tanpa gadget.
Keseimbangan adalah kuncinya — karena teknologi bukan musuh, melainkan alat yang harus digunakan dengan bijak.
◆ Penutup: Hidup Lebih Tenang di Era Serba Digital
Digital detox 2025 bukan sekadar tren sesaat, tapi simbol perubahan besar dalam cara generasi muda memaknai hidup.
Di tengah dunia yang serba cepat, mereka mulai memilih untuk melambat, bernapas, dan menikmati momen tanpa distraksi.
Teknologi tetap penting, tapi keseimbangan jauh lebih berarti.
Dengan kesadaran dan batasan yang sehat, manusia bisa memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan kemanusiaannya.
Akhirnya, digital detox bukan tentang meninggalkan dunia digital — tapi tentang mengembalikan kendali kepada diri sendiri.
Referensi:
-
Wikipedia: Kesehatan mental